Memahami Perbedaan Alergi Makanan, Sensitivitas, dan Intoleransi
Istilah alergi makanan, sensitivitas makanan, dan intoleransi makanan sering digunakan secara bergantian dan dapat dengan mudah membingungkan. Namun, penting untuk memahami bahwa ada perbedaan signifikan di antara ketiganya. Intoleransi dan sensitivitas makanan jauh lebih umum terjadi dibandingkan alergi. Diperkirakan bahwa sensitivitas dan intoleransi makanan memengaruhi sekitar 15-20% populasi global. Sementara itu, alergi makanan yang sebenarnya hanya memengaruhi sekitar 3,6% populasi Amerika Serikat dan harus ditangani dengan serius saat menyiapkan, menyimpan, memilih, dan menyajikan makanan.
Alergi Makanan: Reaksi yang Mengancam Jiwa
Alergi makanan adalah reaksi imun yang terjadi sebagai hasil dari respons yang dimediasi IgE (“ingat ‘E’ untuk Emergency/Darurat”). Individu dengan alergi makanan memiliki reaksi parah (biasanya dalam hitungan menit setelah mengonsumsi makanan) seperti anafilaksis, asma alergi, urtikaria, rinokonjungtivitis, dan bahkan penutupan total mata dan tenggorokan dalam hitungan menit hingga jam setelah mengonsumsi atau terpapar makanan yang mereka alergi. Reaksi ini merupakan hasil dari sel mast (jenis sel kekebalan) yang melepaskan histamin ke dalam tubuh Anda.
Alergen makanan paling umum di Amerika Serikat adalah:
- Produk susu
- Telur
- Kacang tanah
- Kacang pohon: (almond, kacang brazil, kacang mete, hazelnut, macadamia, pecan, pine nut, pistachio, kenari)
- Gandum
- Kedelai
- Kerang
- Ikan
- Wijen
Reaksi alergi makanan bisa sangat cepat dan berbahaya. Tanda-tanda alergi makanan meliputi ruam kulit yang tiba-tiba, pembengkakan bibir dan tenggorokan, kesulitan bernapas, pusing, dan dalam kasus yang parah, syok anafilaktik yang dapat mengancam jiwa. Orang dengan alergi makanan parah sering membawa suntikan epinefrin (EpiPen) untuk kasus darurat. Jika Anda atau seseorang di sekitar Anda mengalami reaksi alergi parah, segera cari bantuan medis karena kondisi ini dapat memburuk dengan cepat.
Sensitivitas Makanan: Reaksi Tertunda
Sensitivitas makanan lebih sulit ditentukan karena umumnya menyebabkan reaksi tertunda (berjam-jam hingga berhari-hari). Sensitivitas makanan juga melibatkan sistem kekebalan tubuh. Ketika makanan dikonsumsi, satu atau beberapa protein makanan dalam makanan tertentu akan berikatan dengan antibodi/imunoglobulin yang mengarah pada respons imun. Imunoglobulin spesifik yang kita perhatikan saat menguji sensitivitas makanan adalah: antibodi IgA, IgG, IgM, dan Ig4. Umumnya, fungsi GI yang terganggu seperti permeabilitas usus dapat menyebabkan dan/atau memperburuk sensitivitas makanan.
Beberapa gejala paling umum yang terkait dengan sensitivitas makanan adalah kelelahan, kembung/gas, tinja tidak teratur, mual, kabut otak, masalah kulit, nyeri sendi, dan migrain. Berbeda dengan alergi makanan yang reaksinya cepat dan jelas, sensitivitas makanan sering diabaikan karena gejalanya bisa muncul berhari-hari kemudian dan mungkin tidak langsung dikaitkan dengan makanan yang dikonsumsi.
Sensitivitas makanan paling umum di Amerika Serikat adalah:
- Produk susu
- Telur
- Gluten
- Kedelai
- Jagung
- Kerang
- Kacang pohon
- Kopi/kafein
- Rempah pedas
Sensitivitas makanan dapat sangat mengganggu kualitas hidup seseorang meskipun tidak mengancam jiwa seperti alergi makanan. Gejala-gejala seperti kelelahan kronis, sakit kepala, dan masalah pencernaan yang terus-menerus dapat menyebabkan penderitanya merasa tidak nyaman dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Terkadang, orang dengan sensitivitas makanan mungkin juga mengalami perubahan suasana hati, kesulitan konsentrasi, atau masalah kulit seperti eksim.
Intoleransi Makanan: Masalah Pencernaan
Intoleransi makanan tidak melibatkan sistem kekebalan tubuh dan terjadi ketika seseorang kesulitan mencerna makanan tertentu. Intoleransi dapat disebabkan oleh kemampuan penyerapan yang terganggu, kekurangan enzim atau nutrisi tertentu, asam lambung rendah, peradangan, dan masalah atau kondisi GI lainnya. Misalnya, ketika seseorang intoleran terhadap laktosa, mereka kekurangan enzim laktase yang membantu memecah laktosa dalam produk susu.
Intoleransi makanan paling sering muncul sebagai masalah GI seperti gas, kembung, tinja tidak teratur, dan sakit perut. Intoleransi makanan umum meliputi: produk susu, gandum, sulfit, histamin, FODMAP, pengawet makanan, perasa/pewarna buatan, cokelat, buah jeruk, dan makanan asam.
Intoleransi makanan, meskipun tidak mengancam jiwa, dapat menyebabkan ketidaknyamanan yang signifikan. Seseorang dengan intoleransi laktosa, misalnya, mungkin mengalami kram perut parah, diare, dan kembung setelah mengonsumsi produk susu. Sementara itu, orang dengan intoleransi gluten non-celiac mungkin mengalami kelelahan, sakit kepala, dan gejala pencernaan yang mengganggu setelah mengonsumsi makanan yang mengandung gluten.
Berbagai Jenis Imunoglobulin
Pemahaman tentang berbagai jenis imunoglobulin dapat membantu menjelaskan mengapa tubuh bereaksi berbeda terhadap berbagai makanan:
- IgE: Sel mast yang menyebabkan gangguan saluran napas atau anafilaksis, gatal-gatal atau ruam, dan pembengkakan.
- IgG: Imunoglobulin paling berlimpah, muncul dengan cara yang lebih global seperti masalah dengan kelelahan, nyeri sendi, peradangan, dan gangguan GI.
- IgA: Ditemukan di jaringan mukosa kita (tenggorokan, paru-paru, air liur, usus, air mata, saluran hidung). Umumnya menyebabkan kongesti, lendir, dahak, masalah GI dan kulit.
- IgM: Ini adalah salah satu garis pertahanan pertama ketika tubuh merasakan ancaman atau infeksi. IgM diproduksi sebagai respons terhadap antigen asing.
- IgG4: Imunoglobulin pelindung khusus non-reaktif. Peningkatan mungkin merupakan indikator paparan kronis terhadap makanan tertentu dan juga dikaitkan dengan kondisi autoimun dan GI tertentu.
Memahami jenis-jenis imunoglobulin ini penting untuk diagnosis dan pengelolaan alergi dan sensitivitas makanan yang tepat. Dokter dan ahli kesehatan dapat menggunakan tes imunoglobulin untuk mengidentifikasi respons tubuh terhadap makanan tertentu dan menentukan pengobatan yang tepat.
Tes Sensitivitas Makanan dan Intervensi
Intoleransi makanan sering dapat diidentifikasi melalui periode eliminasi (diet eliminasi), sementara alergi dan sensitivitas makanan umumnya ditemukan melalui pengujian darah. Banyak praktisi kesehatan menggunakan tes seperti Vibrant America Food Sensitivity Test yang menguji makanan dan aditif makanan paling umum dengan melihat antibodi IgG & IgA. Dengan intoleransi dan sensitivitas makanan, direkomendasikan periode penghapusan makanan bermasalah yang kita sebut sebagai diet eliminasi.
Diet Eliminasi
Diet eliminasi adalah intervensi diet sementara yang digunakan untuk mengidentifikasi pemicu potensial gejala yang Anda alami atau untuk menghilangkan makanan yang diketahui menyebabkan gejala dan melihat apakah kondisi Anda membaik.
Diet eliminasi umumnya berlangsung antara 1-6 bulan (direkomendasikan tidak kurang dari 3 bulan untuk hasil optimal). Selama periode ini, makanan yang dicurigai dihilangkan sepenuhnya dari diet. Ini memungkinkan tubuh untuk “membersihkan” diri dari potensi pemicu dan memberikan kesempatan untuk melihat apakah gejala membaik tanpa paparan makanan tersebut.
Memperkenalkan Kembali Makanan Setelah Diet Eliminasi:
Reintroduksi makanan atau kelompok makanan dilakukan dengan lambat dan metodis. Makanan yang dihilangkan perlu diperkenalkan satu per satu, dalam jumlah kecil yang meningkat perlahan (umumnya disarankan untuk memulai dengan 1 sendok makan makanan), dan sebagai makanan bahan tunggal (jika Anda memperkenalkan telur, Anda ingin memperkenalkannya sebagai telur rebus atau telur orak-arik, bukan sebagai quiche karena melibatkan banyak bahan).
Saat Anda memperkenalkan kembali makanan, penting untuk mengamati gejala/reaksi apa pun dan memperhatikan bagaimana perasaan Anda pada hari-hari Anda memperkenalkan makanan serta hari-hari setelahnya. Hanya perkenalkan makanan berikutnya jika Anda tidak memiliki reaksi buruk dan telah memiliki gerakan usus yang lengkap.
Proses reintroduksi ini penting untuk mengidentifikasi dengan tepat makanan mana yang menyebabkan masalah dan makanan mana yang dapat ditoleransi dengan baik. Ini memungkinkan pengembangan rencana diet jangka panjang yang menghindari pemicu sambil tetap mempertahankan diet yang bervariasi dan bergizi.
Menyembuhkan Usus
Setelah makanan bermasalah dihilangkan untuk jangka waktu tertentu dan diperkenalkan kembali (jika memungkinkan), maka datanglah proses penting untuk memulihkan keseimbangan dan kesehatan secara keseluruhan serta mempromosikan mikrobioma usus yang kuat.
Fase Penggantian (Replace)
Penting untuk MENGGANTI apa pun yang telah berkurang. Fase ini sering terdiri dari menambahkan enzim pencernaan, pahit, asam empedu, dan asam klorida – semua bagian penting dari pencernaan yang sehat. Enzim pencernaan membantu memecah makanan dengan lebih efisien, sementara asam klorida membantu pencernaan protein dan penyerapan nutrisi. Bitters dapat membantu merangsang produksi asam lambung alami dan sekresi enzim.
Fase Repopulasi (Repopulate)
REPOPULASI bakteri usus yang baik dengan menambahkan makanan kaya prebiotik dan probiotik, terkadang suplemen probiotik juga dapat ditambahkan. Variasi dalam makanan yang Anda makan adalah kunci selama fase ini! Prebiotik adalah serat yang memelihara bakteri baik di usus Anda, sementara probiotik adalah bakteri hidup yang memberikan manfaat kesehatan. Makanan fermentasi seperti yogurt, kimchi, sauerkraut, dan kefir adalah sumber probiotik yang baik, sementara bawang, bawang putih, pisang, dan gandum utuh adalah sumber prebiotik yang baik.
Fase Perbaikan (Repair)
PERBAIKI lapisan saluran GI dengan menyediakan nutrisi dan herbal kunci. Berikut adalah beberapa nutrisi dan herbal yang sering digunakan untuk membantu menyembuhkan saluran GI: vitamin A, C, E, minyak ikan, L-glutamin, zinc karnosin, lidah buaya, slippery elm, mucin, chamomile, akar marshmallow, quercetin, dan ekstrak licorice deglycyrrhizinated. Nutrisi dan herbal ini memiliki sifat anti-inflamasi dan penyembuhan yang dapat membantu memperbaiki integritas lapisan usus dan mengurangi peradangan.
Fase Keseimbangan (Balance)
Temukan KESEIMBANGAN. Ini adalah waktu yang tepat untuk memastikan Anda merasakan ketenangan dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi, memastikan Anda memiliki teknik manajemen stres, dan bahwa Anda tidur dengan baik. Rayakan semua yang telah Anda lakukan untuk membuat tubuh Anda merasa lebih baik dan hargai semua yang dilakukannya untuk Anda!
Fase keseimbangan ini mengakui hubungan penting antara kesehatan mental dan pencernaan. Stres kronis dapat memperburuk masalah pencernaan, jadi mengelola stres melalui teknik seperti meditasi, yoga, atau pernapasan dalam dapat membantu menjaga kesehatan usus. Tidur yang cukup juga penting untuk fungsi kekebalan dan pencernaan yang optimal.
Kesimpulan: Pendekatan Holistik untuk Kesehatan Pencernaan
Memahami perbedaan antara alergi makanan, sensitivitas, dan intoleransi adalah langkah pertama yang penting dalam mengelola kesehatan pencernaan Anda. Meskipun alergi makanan dapat mengancam jiwa dan memerlukan perhatian medis segera, sensitivitas dan intoleransi makanan masih dapat berdampak signifikan pada kualitas hidup dan kesehatan secara keseluruhan.
Jika Anda mencurigai bahwa Anda mungkin memiliki alergi, sensitivitas, atau intoleransi makanan, penting untuk berkonsultasi dengan profesional kesehatan yang dapat membantu Anda mendiagnosis kondisi dengan benar dan mengembangkan rencana pengelolaan yang tepat. Pendekatan holistik yang mempertimbangkan diet, gaya hidup, dan kesehatan usus secara keseluruhan dapat memberikan hasil terbaik.
Ingat bahwa kesehatan dimulai dari usus, dan merawat sistem pencernaan Anda adalah investasi dalam kesehatan dan kesejahteraan jangka panjang Anda. Dengan pengetahuan, dukungan, dan strategi manajemen yang tepat, Anda dapat mengatasi tantangan yang terkait dengan masalah makanan ini dan menikmati diet yang sehat dan bervariasi yang mendukung kesehatan optimal.